Kamis, 17 April 2008

Akar Persoalan Pemekaran di Papua

Persoalan mendasar bagi rakyat Papua dalam menikmati pembangunan adalah masalah medan yang sulit dijangkau. Oleh sebab itu pemekaran akan menjawab semua kebutuhan masyarakat Papua. Oleh itu pemerintah pusat akan terus merespon atas usulan Provinsi dan kabupaten/kota dari Papua termasuk beberapa daerah lain di Indonesia. Hal itu dikatakan Mendagri Maryanto dalam ketika tim Papua Tengah bertatap muka beberapa bulan lalu.


S

Masyarakat Calon Kabupaten Deiyai Menjemput Tim DPD beberapa waktu lalu (foto eman).

ejak 1996 Wacana pemekaran di Papua sudah menjadi buah bibir. Dikala itu kabupaten/kota dan Provinsi yang dimekarkan diantaranya, kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, kota Sorong sedangkan pemekaran Provinsi diantaranya, Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat berdasarkan UU No.45 tahun 1999. Pemekaran-pemekaran di Papua berjalan seiring dengan lahirnya reformasi. Reformasi muncul setelah berbagai kampus di Indonesia meminta agar Presiden Soeharto lengser dari tahtanya setelah memerintah Indonesia dua priode.

Runtuhnya orde baru pemerintahan Presiden Soeharto telah membuka gerbang untuk semua rakyat menyampaikan berbagai keunekan yang terpendam. Khususnya untuk di Papua ternyata menjadi peluang. Mereka mengaspirasikan kemerdekaan Papua barat. Berbagai aksi demontrasi diprakarsai oleh berbagai kalangan akademisi.

“ Kami minta merdeka sebab sudah sekian tahun lamanya rakyat Papua ditekan dalam kekuasaan yang berimbas pada tertindasnya seluruh aspek kehidupan rakyat Papua,” kata Martinus Werimon ketua Senat Uncen 1997 dihalaman DPRP Jayapura kala itu.

Menanggapi berbagai tuntutan rakyat Papua pemerintah Indonesia telah memberikan UU No.21 tahun 2001 sebagai jawaban atas permintaan rakyat. Sebelumnya juga pro kontra atas pemekaran dua Provinsi memunculkan fenomena politik yang berkepanjangan. Sebagai bukti penolakan atas pemekaran dua Provinsi tersebut warga Papua umunya dan khususnya rakyat Timika dan warga di Sorong berimbas pada korban nyawa. Ternyata kekuasaan pemerintah lebih menguasai keinginan rakyat.

Pro kontra antar sesama rakyat Papua pun sehingga aspirasi melepaskan diri dari NKRI bakalan tidak tergubris. Hal itu terjadi lantaran semua orang Papua tidak bersatu dalam memperjuangkan aspirasinya. Orang Papua terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang mempertahankan pulau Papua dalam wilayah NKRI. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok yang merasakan manis pahitnya selama 39 tahun setelah berintetgrasi dengan NKRI dengan dasar itu mereka dengan serius memperjuangkan dan ingin memisahkan dari NKRI.

Selain itu alasan utama adalah pulau lahir dalam suatu aneksasi politik yang hebat. Dengan demikian mereka menghendaki sebuah kemerdekaan yang utuh dalam mempertahankan indentitasnya sebagai orang Papua. Walaupun demikian upaya perjuangan dihadang dengan suatu kekuasaan pemerintah Indonesia yang berbuntut pada lahirnya UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.

“Kekerasan, pembantaian, pencurian, merampas hak-hak dasar orang Papua serta bentuk intimidasi yang lain merupakan suatu alasan yang cukup kuat,”papar Theys Eluay yang juga almarhum itu.

Dalam komentarnya Willy Mandowen mengulas pembantaian dan berbagai tindakan itu merupakan upaya genoside yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Akar persoalan yang mendasar adalah aneksasi politik oleh Indonesia untuk merebut pulau Papua.

Lahirnya Otonomi khusus dipandang sebagai suatu gerbang untuk membuka berbagai keterpurukan hidup yang dialami dan dirasakan oleh rakyat Papua. Meskipun rakyat Papua hidup dalam era otonomi khusus kurang lebih enam tahun akan tetapi tidak menjawab harapan rakyat sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam anamat Otsus.

Alasan utama penolakan atas pemekaran di Papua baik di era reformasi maupun di era otonomi adalah setelah mempelajari manis pahitnya sikap apatisme pemerintah Indonesia terhadap hak-hak dasar orang Papua.

Segi lain, rakyat Papua merasa dilupakan dan direndahkan oleh karena kekuasaan, bahkan yang terjadi adalah meninjak hak-hak dasar serta harkat dan martabat sebagai insane yang memiliki nurani, dan lebih dari itu adalah rakyat Papua juga adalah mahluk ciptaan Tuhan.

Keterpurukan hidup rakyat Papua menjadi suatu problema yang sulit dijawab dalam waktu yang singkat seperti yang diharapkan. Mengapa harus demikian, untuk menjawab kalimat ini perlu di kaji secara politis, akademik serta kajian hukum terutama terkait aneksasi politik yang terjadi 1969 silam.

Untuk membangun pulau pemerintah selalu beralasan medan dan demografi yang sangat luas. Antara keinginan pemerintah dan rakyat tidak selalu berjalan seiring. Hingga saat ini belum mendapatkan benang merah yang tentunya menjadi suatu kesimpulan atas kehendak kedua belah pihak tersebut.

Pemekaran hingga kini menjadi buah bibir rakyat Papua, sementara bersama pemerintah daerah kini tengah memperjuangkan adanya pemekaran yang akan menjadi jawaban atas keterpurukan daerah itu.

Misalnya provinsi yang dimekarkan berdasarkan UU No.45 tahun 1999 yakni Provinsi Irian Jaya Tengah dan Provinsi Irian Jaya Barat kini Papua Barat hingga saat ini belum terselesaikan baik secara hukum yurisdis dan juga fakta rakyat akan menolak kehadiran pemeritahan daerah otonom baru dimaksud. Hal itu terlihat ketika pemeirntah pusat memending tanpa surat tertulis atas pemekaran Irian Jaya Tengah, serta perubahan atas status Irian Jaya Barat menjadi Papua Barat.

Operasionalisme akan kedua provinsi terkesan mandek, apalagi satu provinsi yakni Provinsi Irian Jaya Tengah (Papua barat) kini dalam tahap perjuangan pengaktifan kembali.

Setelah Provinsi Papua Barat dioperasionalkan, rakyat Papua Tengah kini mulai muncul pembentukan kembali Provinsi Papua Tengah. Hasil perjuangannya kini tinggal menungguh amanat Presiden.

Pembentukan provinsi dari provinsi Papua terkesan terjadi tarik ulur antara DPRP, MRP dan gubernur. Walaupun demikian pemekaran terus akan berjalan. Karena program pemekaran menurut pemerintah merupakan suatu solusi untuk memperbaiki pola kehidupan rakyat Papua.

Wacana pemekaran Provinsi yang kini gembar gembur di Papua, diantaranya Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Barat Daya. Sementara kabupaten yang sedang dalam proses penetapan RUU menjadi UU diantaranya: Kabupaten Nduga, Kabupaten Jalimo, Kabupaten Mambramo Tengah, Kabupaten Dogiyai. Sementara kabupaten yang telah diamanatkan Presiden diantaranya, kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Deiyai.

Wacana Pemekaran Menjadi Beban Pemerintah 2008

Tahun ini memiliki beberapa momentum skala nasional dalam sejarah kenegaraan kita. Tahun ini genap seratus tahun pergerakan Bouedi Oetomo dimulai dinegeri ini sebagai tonggak awal pergerakan pemuda kebangsaan. Ini juga delapan puluh tahun sumpa pemuda diikarkan. Dalam sejarah komtemporer pemerintah modern Indonesia, tahun ini juga 10 tahun usia reformasi.

Dalam alam reformasi ini, beberapa perubahan fundamental dalam pemerintah nasional dan daerah juga kita alami. Otonomi daerah menjadi basis utama penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini. Daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur rumah tanggahnya sendiri, yang dimasa lalu tidak dimungkinkan sehingga tidak jarak struktur organisasi pemerintah local kemudian membengkak, termasuk peluang terjadinya tumpan tindih kewenangan.

Jika tahun 1999, jumlah kabupaten/kota di Indonesia adalah 250 dengan 27 Provinsi. Maka saat ini jumlah kabupaten/kota sudah berada diatas 450 dan beberapa Provinsi baru. Beberapa kabupaten memang sangat layak untuk dimekarkan karena pertimbangan geografis dan demografi. Rentang kendali pemerintah juga semakin pendek baik segi jarak maupun waktu dan juga ongkos yang dikeluarkan oleh masyarakat.

Beberapa program inovasi daerah juga terbukti maupun meningkatkan kas daerah tanpa Perda retribusi. Jumlah perputaran uang juga meningkat yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Sekolah gratis terbukti masih diterapkan untuk beberapa daerah walau banyak juga baru sebatas slogan.

Model atau konsep pelayanan satu atap atau pintu juga menjadi trend baru dibeberapa daerah. Berbagai model urusan juga semakin dipemrudah, termasuk kejelasan prosedur dan personil pelaksana dilapangan.

Namun kegagalan terbesar pelaksanaan otonomi daerah yang nyata terlihat adalah tingginya beban operasional pemerintah baik untuk eksekutif maupun legislative.

Sekarang ini dalam aspek politik ditingkat local juga mengalami kegairahan yang luas biasa sejak diberlakukakannya pemilihan kepala daerah dan Presiden secara langsung. Untuk Aceh malah dipernakan lahirnya partai local dengan maksud semakin meluasnya partisipasi masyarakat setempat dalam politik termasuk dalam upaya pencapaian keinginan masyarakat dalam pembangunan.

Kebebasan mengemukakan pendapat dan berekspresi juga sangat terbuka dialam reformasi ini. Ribuan organisasi sosial kemasyarakatan dan media tumbuh sebagai respon atas keterbukaan ini.

Tahun 2007 dan 2008 ini sepertinya berbagai bencana alam belum beranjak dari kita. Diakhir tahun 2007 lalu, beberapa titik di Jawa Timur penuh dengan genangan air sehingga beberapa kota nyaris lumpuh. Padahal pada saat yang sama Indonesia menjadi tuan rumah konfrensi internasional tentang pemanasan global. Namun hutan kita sepertinya masih terus merana akibat paham developmentalis dan keinginan untuk mengenjut devisa Negara yang sesungguhnya lebih banyak tidak masuk dalam penerimaan Negara.

Daya dukung bumi terhadap kebutuhan manusia dan industri semakin terbatas, sehingga suatu saat air bersih menjadi barang mahal seperti halnya minyak bumi dan gas. Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan pengunaan Bahan Bakar Gas (BBG) dalam rumah tanggah, secara perlahan dan pasti, ketersediaan minyak tanah juga semakin sulit dipasaran. Akhirnya masyarakat diberi pada posisi menerima BBG sebagai satu-satunya energi untuk memasak dirumah. Setelah BBG dikonsumsi hampir sebagian masyarakat kita nantinya, langkah selanjutnya adalah akan kenaikkan BBG, yang akhirnya masyarakat tetap berada pada posisi kalah atas kebijakan pemerintannya sendiri.

Dari aspek politik, tahun 2008 sebagai tahun terakhir untuk menunjukkan prestasi kinerja Kabinet SBY-YK. Berbagai bantuan social kemasyarakatan juga digulirkan. Proyek terbesar pemerintah SBY-YK tahun 2008 ini adalah program nasional pemberdayaan nasional mandiri (PNPM) mandiri. Sebuah proyek yang dinyatakan akan mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Padahal dana PNPM ini sendiri bukanlah dari kas pemerintah, dia adalah bantuan asing. Namun sepertinya halnya berbagai proyek yang mirip dengan sejenis, tetap dikwatirkan apa manfaat positifnya bagi masyarakat.

Pemekaran Menjadi Beban Batin Rakyat

Jika pemekaran menjadi beban pemerintah Indonesia dalam pembagian dana. Maka beban bagi rakyat Papua akibat pemekaran menjadi luka batin yang tak dapat diobati . Persoalannya adalah jika pemekaran daerah dilaksanakan, tindakan kekerasan berupa pembantaian akan kembali kambu diseantero tanah Papua terutama daerah-daerah baru dimekarkan. Perampasan terhadap hak-hak dasar orang Papua akan terus bertambah, karena membuka peluang untuk membuka pos-pos ABRI dengan alas an untuk mengamankan kepentingan Negara.

Antara keinginan untuk menikmati pembangunan dalam bingkai NKRI dan menolak pemekaran suatu persoalan yang sulit mendapatkan benang merah (solusi). Pemerintah Provinsi Papua ( DPRP, Gubernur, MRP), sementara ini pusing mengatur maraknya usulan pemekaran Provinsi/ kabupaten/kota di Papua. Lahirnya UU Otsus 21/2001 jika dipandang dari tujuan pemberdayaan masyarakat Papua memliki niat mulia. Sebab roh dari produk tersebut untuk memproteksi terhadap tiga perinsip utama, yakni pemeberdayaan, perlindungan , dan pengakuan terhadap masyarakat asli Papua.

Wacana pemekaran sudah menjadi buah bibir masyarakat di Papua. Hingga saat ini pemerintah pusat melalui komisi II DPR RI telah mengagendakan beberapa kabupaten dan provinsi di Papua. Diantaranya, Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat daya, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Intan Jaya. Dari beberapa usulan kabupaten ini sudah ada amanat Presiden sedangkan untuk pemekaran Provinsi hingga kini dalam tahap proses. Sementara beberapa kabupaten di Papua masing-masing, kabupaten Dogiyai, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Nduga, Kabupaten Mamberamo Tengah telah disidangkan dan telah mengesahkan RUU menjadi UU pemekaran. Kini sedang menungguh proses penandatangan lembaran Negara.

Yang tergambar dari wajah masyarakat Papua terlihat merasa tidak menerima akan pemekaran-pemekaran dimaksud. Sebab rakyat Papua sudah merasakan manis pahitnya hidup dengan pemerintah Indonesia. Walaupun demikian masyarakat mulai menyadari pentingnya sebuah pemekaran. Ada dua kelompok masyarakat dimana kelompok yang pertama sedang merindukan pemekaran karena mereka terisolir dengan pembangunan. Hal itu terjadi lantaran kondisi medan yang sulit dijangkau. Sedangkan kelompok masyarakat yang kedua adalah kelompok masyarakat merasakan pembangunan dalam bingkai NKRI.

Yang selalu menciptakan kontra pemekaran adalah kelompok yang telah merasakan liku-liku hidup dialam pemerintah Indonesia, dimana sejumlah daerah di Papua dijadikan sebagai proyek untuk kepentingan Indonesia tanpa menjunjung tinggi harkat dan martabat orang Papua.

Seiring pemekaran kabupaten Dogiyai, dan Provinsi Papua Tengah, pemerintah kabupaten Nabire kini sedang membenahi sejumlah sarana dan prasana. Semisalnya menyambut pemekaran Kabupaten Dogiyai, pemerintah daerah telah menggangarkan 20 miliyar. Pemerintahan melalui asisten tata praja yang membidangi pemerintah mulai menata pelbagai kesiapan. Bahkan pemerintah melalui bupati Nabire telah mengusulkan bakal calon penjabat bupati.

Dogiyai Jadi Kenyataan, Penjabat Bupati Bukan Jabatan Politis

Untuk menentukan penjabat bupati bukanlah jabatan politis semata, akan tetapi merupakan jabatan yang diperoleh melalui mekanisme birokrasi pemerintahan. Untuk memilih figur penjabat harus memenuhi sejumlah kriteria. “ saya berupaya memekarkan kabupaten Dogiyai karena selama ini wilayah Dogiyai merasa dilupakan oleh pembangunan,”tutur A.P.Youw.

Masyarakat Calon Kabupaten Dogiyai Menjemput Tim TPOD beberapa waktu lalu (foto hendrik).

Walaupun ketika wacana muncul melalui aspirasi yang disampaikan rakyat melalui DPRD Nabire berbagai kalangan menanggapi bahkan ada yang menolak pemekaran itu. Mereka menolak dengan prediksinya masing-masing terhadap wacana tersebut. Meskipun demikian program pemekaran telah berjalan dan menjadi nyata.

Saya tahu bahwa ada yang menolak tetapi saya juga memahami bahwa kalau tidak melalui pemekaran masyarakat tidak akan merasakan pembangunan dan tidak akan meningkatkan kehidupannya,”papar A.P. Youw.

Menyikapi adanya keinginan masyarakat terhadap penjabat bupati Dogiyai, kata bupati tentunya masyarakat jangan berpolemik dalam menentukan penjabat bupati. Sebab figur penjabat adalah hak progresif bupati induk yang akan disusulkan kepada Mendagri melalui gubernur Papua. Banyak syarat yang akan dinilai terhadap 3 kandidat penjabat bupati Dogiyai yang akan diusulkan.

Sementara itu, pasca keluarnya amanat Presiden (ampres) terkait pemekaran kabupaten Intan Jaya, Tambrauw, Maybrat, Deiyai. pemerintah induk kabupaten pemekaran sedang mempersiapkan perangkat pemerintahan yang tententunya membeking jalannya roda pemerintahan kabupaten baru. Dari Paniai asisten tata praja setda Paniai Drs. David Setiawan melaporkan sejak 12 Maret tim Depadagri tengah berada di Paniai untuk menindaklanjuti amanat Presiden.

Menurut David yang juga mantan ketua Dewan Paroki St Yusuf Enarotali itu, pemekaran Deiyai dan Intan Jaya merupakan aspirasi murni. Dimana masyarakat dari kedua wilayah ini sangat mengharapkan sebuah perubahan melalui pemekaran. Sangat memprihatinkan wilayah ini aagaknya sulit dibangun karena kondisi medan yang berat. Calon kabupaten Deiyai terdiri dari 5 distrik masing-masing distrik Tigi Barat, distrik Tigi, distrik Tigi Timur, distrik Bouwobado dan distrik Kapiraya. Sementara calon kabupaten Intan Jaya terdiri dari 6 distrik, yakni distrik Wanday, Distrik Homeyo, Distrik Hitadipa, distrik Sugapa.

Tokoh masyarakat dari wilayah Deiyai Yulianus Mote terkait pemekaran tidak ada masalah. Bahkan masyarakat sangat antosias menerima kehadiran pemerintahan baru. Yang terpenting jika pemekaran berjalan harus menjunjung tinggi masyarakat lokal. Hal itu perlu menjadi perhatian lantaran adanya sinyalemen masyarakat kehadiran pemekaran akan menjadi ancaman.

Senada juga dilontarkan Harun Agimbau bagi masyarakat Intan Jaya sangat senang jika ada pemekaran. Sebab akan membuka keterisolasian daerah yang selama ini membungkam kehidupan masyarakat Moni dan Wolani. Bagi masyarakat pemekaran-lah yang akan meningkatkan pola kehidupan yang selama ini menghadang keterpurukan hidup.


Tidak ada komentar: