Kamis, 17 April 2008

Implementasi Jatidiri Orang Papua

Perda 22 Tahun 2007


Sejak tahun 2006, produk perda tentang rekrutmen bakal calon bupati dan wakil bupati priode 2008-212 telah digodok, dimana wacana itu menjadi suatu polemilk yang berkembang dilembaga politik DPRD kabupaten Nabire. Mulai sejak itu pula tidak ada kompromi sehingga peraturan daerah itu lahir melalui suatu komplotan politik yang tidak sehat. Meski anggota DPRD yang memahami akan penting pelaksanaan UU No.21 tahun 2001 selalu melakukan lobi-lobi politik antar sesama anggota agar menyatukan persepsi untuk menerima dan menyetujui Perda alah putra Papua tersebut.


S

ebelumnya, pada tahun 2006 ditubuh lembaga legistif muncul berbagai pertimbangan. Ada yang berpendapat agar konsultasi dengan sejumlah lembaga perguruan dan lembaga hukum ditingkat Provinsi. Namun tujuan luhur itu tidak berhasil. Ternyata, Desember 2007 pemerintah daerah (eksekutif) mengajukan puluhan rancangan Perda, salah satu diantaranya Perda rekrutmen bakal calon bupati dan wakil Nabire priode 2008-212. Yang seru dari sidang itu soal perda rekrutmen. Ternyata benar juga dari 4 fraksi yang ada, dua fraksi menyetujui dan dua lainnya tidak menolak. Karena drow dalam penentuan tersebut maka tahap kedua yang harus dilakukan adalah DPRD harus membuka kembali tata tertib.

Pada kesempatan itu sejumlah anggota tidak menghadiri dengan alasan sedang menjalankan tugas dinas keluar. Sedangkan yang hadir 16 orang menyetujui akan perda tersebut. Dengan demikian sesuai aturan dan mekanisme ( tatib) DPRD maka mereka yang sedang menjalankan tugas dinyatakan menyetujui perda tersebut. Maka secara resmi DPRD Nabire mengesahkan peraturan daerah ( Perda) tersebut. Demikian sekilas kronolis lahirnya perda Rekrutmen bakal Cabup dan wacabup Nabire periode 2008-212.

Walaupun Perda tersebut sudah disahkan namun pasca pengesahan peraturan daerah (Perda) No.22 tahun 2007 tentang rekrutmen bakal calon bupati dan wakil bupati priode 2008-12 kabupaten Nabire ternyata mengundang polemik yang berkepanjangan. Meskipun demikian KPUD terus mensosialisasikan produk hukum tersebut. Baik melalui berbagai media elektronik, media cetak serta melalui mimbar terbuka, berikut tanggapan masyarakat Nabire terkait lahirnya perda tersebut !

Taufic Saint Wakil Ketua Partai Demokrat Kebangsaan (PDK) Nabire.


Walaupun sekarang terjadi polemik yang berkepanjangan antara politisi lokal yang ada di Nabire. Semua yang berkembangan hanya untuk kepentingan politik. Perda sudah disahkan. Jangan lagi berpolemik. Tentunya ada kelompok yang pro kontra. Bila ada kelompok tidak menyetujui terhadap perda tersebut sebaiknya di uji materi di yudisial reuw. Di Mahkama Konstusi akan mengatakan yang sebenarnya.

Titus Mote, SE: Pengamat masalah Sosial di Nabire

Lembaga politik sebagai perkumpulan dari rakyat telah mengesahkan perda tersebut. Walaupun belakangan ini terjadi pro dan kontra akan tetapi agak sulit lagi dibatal perda tersebut. Kecuali ada penganti peraturan daerah ataupun peraturan pembatalan terhadap peraturan tersebut. Berbagai kalangan bisa saja mengatakan berbagai pandangan sesuai dengan keinginannya akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah soal keabsahan terhadap legalitas Perda tersebut.

Yones Douw: Praktisi kemanusian di Nabire.


Para elit Politik di Nabire yang memprovokasi masyarakat. Masyarakat sudah mengetahui bahwa yang ada hanya perda Nomor 22 tahun 2007. diprediksikan jika polemik berkepanjangan hanya karena produk hukum dikwatirkan akan terjadi konflik. Masyarakat non Papua harus menyadari bahwa Papua berada dalam era otonomi Khusus. Otsus merupakan gerbang bagi masyarakat Papua untuk menentukan hidup masa depannya, baik terhadap kekayaannya, manusianya, buminya, serta semua aspek yang ada di Papua. Warga non Papua yang ada harus berbesar hati untuk menerima perda itu.

Mugianto: Pengusaha

Kita berada diera otonomi sebaiknya kita yang berada di Nabire harus mendukung agar putra-putra Papua bersaing dalam kanca politik ini. Warga non Papua harus memberikan dukungan moril agar mereka berpacu untuk mengatur dan menakodai kondisi politik demi mengangkat harkat dan martabat orang Papua.

Petrus Sanadi : Mahasiswa Uswim.

Warga non Papua harus memberikan dukungan. Jangan ikut berpolitik lagi. Harus tahu diri. Walaupun belum ada Perdasi dan Perdasus akan tetapi Perda No.22/2007 merupakan roh dari UU Otsus. Jangan terlalu pro aktif memprotes suatu produk yang sudah disahkan. Jika warga non Papua memprotes kembali, maka dikwatirkan akan terjadi aksi protes terhadap keberadaan serta bisa-bisa mengarah pada konflik horizontal.

Mardiani: Penjual Jamu

Kami masyarakat kecil itu ikut saja. Yang terpenting adalah jangan sampai terjadi persoalan. Jika keamanan tidak terjamin kami susah mencari makan. Sebab itu harap jangan adu otak tetapi harus mencari solusi yang bisa menguntungkan semua pihak. “kalau keamanan tidak menjamin pasti semua aspek kehidupan akan terganggu,”katanya.

Mas Mus : Pengejok

Saya inikan orang kecil yang bicara politik orang besar. Kami rakyat kecil hanya ikuti saja. Tetapi yang perlu diingat adalah soal keberadaan orang pendatang di Papua. Kami disini sedang mencari makan. Sebab itu harus orang pendatang harus menghargai orang Papua. DPRD kan wakil rakyat. Apapun keputusan mereka kita menjunjung tinggi.

Didimus Pakage: Kepala Suku Mee di Nabire

Perda No. 22/2007 /tentang rekrutmen cabup dan wacabup Nabire periode 2007-212, merupakan cermin dari jati diri orang Papua. Oleh sebab itu semua komponen masyarakat di daerah ini jangan melihat perda tersebut sebagai suatu yang alergi tetapi mencermatinya secara bijaksana. Semua komponen masyarakat di daerah ini agar jangan mempolemikkan perda tersebut yang disetujui DPRD Nabire pada bulan Desember lalu. Hendaknya kita tidak perlu memperdebatkan perda tentang rekrutmen. Yang khususkan bagi orang asli Papua. Selain itu sangat mendukung dan siap menyeksuskan Pilkada 2008 dengan tetap menjunjung tinggi terhadap penjabaran perda dimaksud. Sebab inimerupakan satu produk hokum yang perlu dilaksanakan. Karenanya dinilai tidak pantas jika ada kelompok masyarakat yang merasa alergi atau tersingung dengan ditetapkannya perda tersebut.

Munculnya perda ini tak perlu dikembangkan sebagai sesuatu yang mengandung polemik, tetapi hendaknya hal ini dicermati dengan sikap dingin dan harus diterima secara positif. Sebab perda ini tak meng-khusus pada salah satu suku di Papua tetapi menyangkut seluruh orang Papua. Bicara orang Papua berarti bicara tentang semua orang Papua dalam bingkai NKRI.

Oleh itu kepada setiap partai politik yang akan ikut dalam pilkada Nabire November mendatang hendaknya menghargai perda yang ditetapkan oleh anggota Dewan yang juga anggota parpol di daerah ini. Sehingga diajaknya semua parpol di Nabire untuk mendukung perda nomor 22. saat menjaring menyusun kandidat Cabup dan Wacabup pada pilkada mendatang. Karena proses seleksi administrasi dan kelengkapannya melalui parpol sehingga parpol-lah yang akan mendaftarkan ke KPUD sebagai salah satu kandidat yang akan bersaing menuju bupati dan wakil Nabire 5 tahun mendatang.

Yehuda Gobai: Anggota DPRD Nabire


Beranjak dari polemic yang berkembang pasca pengesahan perda nomor 22 tahun 2007 adalah akibat adanya ketidapuasan dari oknum-oknum orang Papua bersama non papua yang merasa tertutup jalan menuju kanca politik. Keabsahan terhadap produk perda 22 telah mengangkat harkat dan martabat orang Papua. Pemerintah pusat telah memberikan ruang kepada rakyat Papua untuk menentukan nasib dan mengatur derap langkah masa depan melalui UU Nomor 21 tahun 2001.

Lahirnya UU nomor 21/2001 tentang otsus perlu dipahami bahwa sebuah produk gerbang menuju kesempurnaan serta produk pengkaderan orang Papua setelah sekian lama tertindas oleh karena kekuasaan. Kini saatnya orang Papua berpacu menentukan masa depannya. Seiring dengan lahirnya UU Otsus di kabupaten Nabire DPRD telah mengesahkan peraturan daerah rekrutmen cabup dan wacabup priode mendatang. Oleh karenanya orang Papua yang kini tidak sejalan dengan perda tersebut sebaiknya harus merapatkan barisan untuk menjalankannya.

Orang Papua harus percaya diri dalam berpolitik. Hak politik orang Papua ada ditangan rakyat. Jangan membuka peluang bagi orang lain sementara orang Papua sendiri sudah siap untuk menentukan masa depan hidupnya. Sudah sekian tahun orang Papua merasakan manis pahitnya dalam keterpurukan hidup. Untuk meningkatkan kehidupan dalam dunia perpolitikan sebaiknya oknum-oknum yang bersebelahan pendapat harus berbesar hati dan menerima dengan kepala dingin. Perda memiliki dasar hokum kuat. Dimana UU Otsus membuka gerbang untuk memperbaiki hidup.kita harus bertoleh kebelakang, lahirnya UU Otsus penuh dengan kepentingan. jika sudah diberikan produk bagi orang Papua tetapi masih dikembalikan kepada pusat inikan aneh. Saya mengajak mari kita bersama menjunjung tinggi perda yang sudah ditetapkan bersama itu.

Petrus Rumere, S.Sos: Anggota KPUD Nabire


Berbiacara Perda 22 tahun 2007,maka berbicara tentang Negara Indonesia. Lembaga legislative yang menetapkan perda tersebut adalah lembaga politik yang resmi dalam NKRI. Jati diri orang Papua di Nabire tercermin dalam perda tersebut. Secara jelas dan tegas dalam UU Otsus telah mengamanatkan bahwa MRP berhak memberikan pertimbangan kepada calon gubernur wakil gubernur, bupati/wakil bupati atapun kota di Papua. Terkait dengan perda tersebut MRP telah merekomendir akan rekrutmen tersebut. Hal ini wujud nyata implementasi UU Otsus.

Lahirnya peraturan Daerah No.22 tahun 2007 telah meredam pertikaian polemic politik yang mengarah pada disingrasi politik di Nabire. Perda itu telah memberikan peluang bagi orang Papua. Sebab orang Papua mengenal berbagai pola kehidupan, baik karakteristik, medan dan situasi kehidupan orang asli Papua. Perda rekrutmen cabup da wacabup asli Papua telah didasari pada Peraturan Pemerintah Nomor 06 tahun 2005, Peraturan pemerintah 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan diperkuat oleh UU Nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Agustina Sembor Ketua KPUD Nabire.

Pada perinsipnya KPUD sebagai penyelenggara pesta demokrasi lokal, hanya melanjutnya dan mensosialisasikan apa yang disahkan oleh DPRD. Kami meyani bahwa pemerintah daerah telah menyusun perda tersebut melalui suatu proses yang ketat dan pasti mereka sudah mempertimbangkan dengan baik. Perda rekrutmen tersebut. Setelah DPRD mengesahkan perda no.22 tahun 2007 KPUD memiliki tugas untuk mensosialisasikan dan menyampaikan kepada masyarakat melalui media cetak dan juga media eletronik. Bahkan Perda tersebut sudah mendapatkan Rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Maka pihak KPUD kini tinggal memasuki ke tahap yang berikut.

Sekalipun ada kelompok yang keberatan terhadap lahirnya Perda dimaksud. Akan tetapi pihak KPUD tetap menghargai lembaga DPRD yang telah menyetujui akan perda tersebut. Sebaiknya jangan kita berpolemik lagi, mari kita bergandeng tangan untuk menyeksuskan pilkada mendatang. (frans bobii)

Tidak ada komentar: